Supertoy HL-2 Masuk Kelompok Padi Jawa

YOGYAKARTA--MI: Tim Peneliti Padi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta memastikan padi Supertoy HL-2 adalah padi tipe lama yang dikenal sebagai Pari (padi) Jawa.

"Dari penampilan luarnya, Supertoy HL-2 termasuk dalam kelompok padi tipe lama yang dahulu dikenal oleh masyarakat tani sebagai Pari Jawa. Tipe ini hanya memiliki potensi produksi tiga hingga empat ton per hektare," kata Peneliti Jurusan Budidaya Pertanian UGM Yogyakarta Djoko Prajitno didampingi Peneliti Pemuliaan Tanaman Supriyanta dan Kepala Bidang Humas dan keprotokolan UGM Suryo Baskoro, Selasa (9/9).


Penilaian yang sama juga disampaikan Supriyanta. Menurutnya, Supertoy HL-2 merupakan hasil penyilangan dari padi rojolele dengan pandanwangi.

Dengan demikian, jenis Supertoy bukan jenis varietas yang memiliki potensi produksi tinggi. Sebab, padi rojolele dan pandanwangi bukan jenis padi yang memiliki produktifitas tinggi, melainkan karakter cita rasa nasinya yang memiliki aroma harum.

Menanggapi pendapat bahwa Supertoy dapat dipanen tiga kali setelah jerami dipotong (ratooning), Supriyanta menyatakan hal tersebut bukan baru dalam budidaya pertanian. Secara biologis sebagian besar jenis padi mampu menghasilkan biji dari singgang (tunas) baru setelah jerami dipotong. Namun, hasil biji dari tunas biasanya tidak lebih tinggi dari hasil biji penanaman pertama.

"Dengan sistem ratooning, padi dapat dipanen tiga kali. Itu bukanlah hal yang mengherankan apalagi dijadikan keunggulan. Sebaliknya justru mengandung banyak potensi serangan hama karena tidak adanya pergililran tanaman ataupun pergiliran varietas," katanya.


Djoko Prajitno kembali menegaskan, bahwa sistem ratooning itulah yang menyebabkan terjadinya gagal panen padi

Supertoy di Grabag, Purworejo, Jawa Tengah.

Menurutnya, sistem penanaman padi secara ratooning menyebabkan batang padi menjadi empuk dan mudah ambruk. Padahal, di daerah Jawa sudah lama dianjurkan tidak melakukan budidaya padi secara ratooning karena menstimulasi munculnya serangan hama yang cukup dahsyat.

"Untuk di Pulau Jawa yang budidaya padinya sangat intensif dan jumlah tenaga kerja cukup tersedia, budidaya padi secara ratooning tidak dianjurkan karena dapat mendorong dan menstimulasi munculnya ledakan serangan hama atau penyakit tanaman. Itu terjadi akibat tersedianya pakan hama atau penyakit secara terus menerus dalam waktu yang relatif lama karena tidak memutus siklus kehidupan hama dan penyakit tanaman padi," kata Djoko yang sudah 30 tahun meneliti varietas padi.

Berdasarkan kasus gagal panen padi Supertoy HL-2 di Purworejo, Djoko menyarankan agar pemerintah dalam hal ini Komisi Pelepasan Varietas Departemen Pertanian, untuk tidak asal melepas jenis varietas padi baru kepada petani tanpa melalui berbagai uji coba secara komprehensif.

Sebab, hal itu merugikan petani di tengah kondisi mereka yang memprihatinkan karena harga gabah sudah ditentukan oleh pemerintah, sementara harga pupuk semakin melambung.

"Setidaknya varietas yang diluncurkan itu merupakan generasi ketujuh atau kedelapan dari hasil kombinasi penyilangan varietas dan sudah melalui uji lokasi sedikitnya di 15 sampai 20 lokasi berbeda dan sudah melalui uji stabilitas," katanya.

0 komentar: