Ultimatum Malaysia! Warga Wonogiri siap perang

Berbagai elemen masyarakat dan kalangan DPR mendesak pemerintah bertindak keras, bila perlu memutuskan hubungan diplomatik terhadap Malaysia, menyusul berbagai klaim yang dilakukan Negeri Jiran itu.

Sikap keras juga ditunjukkan ribuan masyarakat di Wonogiri yang pada Minggu (30/8) kemarin melakukan aksi di Lapangan Kridha Bakti mengecam Malaysia. Mereka terdiri dari elemen seniman, pemuda, pelajar dan masyarakat umum.
”Hal yang terus terjadi berulang-ulang. Untuk mencegah itu, pemerintah harus melangkahkan diplomasi yang tegas dan keras,” ujar anggota Komisi I DPR Effendy Choirie, Minggu, sebagaimana dikutip dari KCM.
Effendi mengatakan, sikap arogan dan kurang menghormati yang kerap dilakukan Malaysia terhadap Indonesia telah terjadi secara berulang kali. ”Sekarang diplomasi kita terasa lunak dan lembek, bahkan letoi,” kata mantan Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa itu.
Hal senada disampaikan Ketua DPP PDIP Tjahjo Kumolo menilai, diplomasi yang dilakukan pemerintah telah gagal. ”Diplomasi kita sudah gagal,” ujar Tjahjo.
Sikap keras juga ditunjukkan anggota Komisi I DPR, Yuddy Chrisnandi. Politisi Partai Golkar ini bahkan meminta pemerintah melakukan shock therapy diplomacy terhadap Malaysia.
”Perlu ada tindakan shock therapy diplomacy terhadap negara tersebut. Malaysia harus disadarkan bahwa kita tidak suka itu,” ujar Yuddy.
Lebih lanjut, Yuddy mengatakan, selain kultur oknum birokrat Malaysia yang kasar dan kurang manusiawi, sikap pemerintah Indonesia yang lembek terhadap Malaysia merupakan salah satu penyebab negeri tetangga itu selalu semena-mena terhadap para TKI.
Politisi Partai Gerindra, Permadi bahkan mendesak pemerintah memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia. ”Pemerintah tidak berbuat apa-apa atas tindakan Malaysia. Kalau menurut saya harusnya putuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia. Kalau berani, perang,” kata Permadi.
Berbeda dengan kalangan DPR yang bersikap keras, Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengingatkan kemungkinan adanya pihak ketiga yang ingin mengadu domba terkait persoalan klaim sepihak soal Tari Pendet hingga lagu Indonesia Raya yang dilecehkan.
”Karena ini adalah dua negara besar di Asia Tenggara dan barangkali bersatu dan akan memperkuat ASEAN barang kali ada yang pihak tertentu yang tidak suka,” kata Hidayat, Sabtu (29/8).
Hidayat mengimbau, agar masalah Indonesia-Malaysia diselesaikan dengan baik-baik. Masyarakat Indonesia harus jernih menyikapi segala upaya yang sifatnya provokatif.
”Ya, memang ini satu hal yang harus dituntaskan dengan duduk bersama baik antara Indonesia dan Malaysia. Dan juga diketahui situs (yang memuat iklan Enigmatic Malaysia-red) itu berada di luar Indonesia. Apakah memang ada pihak ketiga yang ingin adu domba antara Indonesia-Malaysia agar tidak pernah akur,” jelasnya.
Pada bagian lain, aksi mengecam Malaysia di Tanah Air terus terjadi. Di Wonogiri, ribuan warga dari seluruh eleman masyarakat Wonogiri berkumpul di Lapangan Kridha Bakti. Mereka membawa spanduk mengecam sikap Negeri Jiran yang dinilai tidak sportif dan merampas kebudayaan Indonesia. Tulisan spanduk itu di antaranya, ”Malaysia mencuri kebudayaan Indonesia, Ganyang Malaysia, Malaysia eksportir teroris, Indonesia importir artis.”

Kembalikan aset
Bupati Wonogiri yang juga Ketua Paguyuban Reog Indonesia, Begug Poernomosidi mendesak pemerintah Indonesia menekan pemerintah Malaysia untuk mengembalikan aset kebudayaan dan kesenian bangsa. Jika dalam waktu dua bulan pemerintah Malaysia bergeming atas tuntutan itu, pihaknya mengancam melakukan demonstrasi dengan mengerahkan massa sejumlah 5.000 hingga 10.000 orang ke Kantor Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta.
Dalam catatan mereka, sedikitnya ada 20 ragam aset bangsa berupa naskah kuno, lagu daerah, motif batik, alat musik yang diklaim menjadi aset Malaysia. Sementara menurut Ketua Sementara DPRD Wonogiri, Wawan Setya Nugraha, pemerintah harus tegas melakukan perlindungan terhadap aset Indonesia salah satunya dengan mengupayakan hal paten.
Aksi serupa juga terjadi di Jakarta. Komunitas penyandang cacat Jakarta yang tergabung dalam Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera) mendeklarasikan gerakan ”Ganyang Malaysia.”
Belasan penyandang cacat itu menggelar aksi di Kantor PDIP lama di Jl Diponegoro, Jakarta Pusat, Minggu, mulai pukul 11.45 WIB. Dalam aksinya, massa yang mengenakan ikat kepala merah dan membawa bambu runcing dengan bendera Merah Putih itu melakukan pembakaran bendera Malaysia dan menusuk-nusuk bendera kertas bergambar Presiden SBY. Mereka menganggap SBY tidak berani mengambil tindakan tegas terhadap Malaysia.
”Kami ingin mengingatkan pemerintah agar jangan takut dan harus tegas terhadap persoalan budaya dan penghinaan terhadap lagu Indonesia Raya,” ujar koordinator aksi, Mustar Bonaventura. Para penyandang tuna wicara itu memberi waktu 3 x 24 jam kepada SBY untuk segera mengambil tindakan sebagai berikut.
Di Jakarta, Juru Bicara Eminent Persons Group (EPG), Indonesia-Malaysia, Musni Umar, kemarin mengatakan, EPG mendesak Kementerian Hal-Ehwal dan Keamanan Dalam Negeri Malaysia (Home Affairs and Internal Security Ministry) untuk mengusut, dan menyeret ke pengadilan dan menghukum para pelaku penayangan Tari Pendet oleh Discovery Channel untuk promosi pariwisata Malaysia yang dilakukan pihak ketiga, dan pelaku pelesetan lagu Indonesia Raya yang dimuat dalam www.topix.com/Malaysia, serta isu penganiayaan terhadap TKI yang diduga dilakukan polisi Malaysia.
”Pengusutan ini penting, supaya tidak terulang di masa datang. EPG mengharapkan semua pihak dalam bulan ramadan ini untuk berkepala dingin, sabar dan mengendalikan diri, tidak terhasut berbagai provokasi dan adu domba,” ujarnya. EPG, menurut Musni, telah menyusun dan menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah Indonesia-Malaysia, yang insya Allah merupakan solusi untuk mengatasi permasalahan hubungan kedua negara.

Pasang surut konfrontasi Indonesia-Malaysia

1. Malaysia ingin menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak dengan Persekutuan Tanah Melayu pada 1961. Keinginan itu ditentang oleh Presiden Soekarno yang menganggap Malaysia sebagai “boneka” Inggris dan kekuatan barat. TNI sempat menyeruak masuk dan menyerang Malaysia.

2. Lima tahun kemudian (1966), Presiden Soekarno lengser. Sang pengganti, Presiden Soeharto berhasil meredam konflik yang terjadi.

3. Bangkok, 28 Mei 1966, Indonesia-Malaysia mengumumkan langkah-langkah penyelesaian konflik. Indonesia-Malaysia sepakat membentuk EPG (eminent persons group). Bertujuan menjaga hubungan baik RI-Malaysia.

4. Tahun 1980-an, secara ekonomi, Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di ASEAN. Tak banyak persoalan yang muncul.

5. Pasca-reformasi, ekonomi Indonesia terpuruk. Malaysia menjadi 10 besar negara yang berinvestasi ke Indonesia periode 1 Januari 1990-2008, Malaysia merealisasikan 303 proyek senilai US$ 1,55 miliar.

6. Sengketa Ambalat diduga menjadi rebutan antara Petronas dan Shell karena diprediksi memiliki kandungan minyak yang melimpah, problem TKI, hingga kisah Manohara yang banyak di-blow up media sarat dengan konflik ekonomi. Kesenjangan menimbulkan sejumlah persoalan, bahkan hingga mengusik rasa nasionalisme.

SUMBER BERITA> SINI.

0 komentar: