Burung emprit repotkan petani




Selogiri. Serangan hama di lahan pertanian di Kecamatan Selogiri seo­lah tak ada habisnya. Sekitar 350 hektare tanaman padi di lima desa/kelurahan di wilayah itu selama sebulan terakhir menghadapi gangguan burung pipit atau emprit.

Tak berhenti di situ, hama wereng cokelat juga mulai mengancam kembali lahan pertanian di kecamatan paling utara di Wonogiri ini. Tidak kurang dari 1.042 hek­tare tanaman padi yang belum lama ditanam di sembilan desa/kelurahan teran­cam hama tersebut.

Serangan burung emprit membuat petani terpaksa menunggui lahan itu setiap hari mulai pagi hingga petang. Tali-tali panjang dibentangkan di atas tanaman padi, dengan plastik atau kain diikatkan pada tali itu setiap beberapa meter un­tuk menakut-nakuti. Serangan burung emprit itu, diakui petani juga mengakibat­kan mereka terpaksa panen dini dan hal ini berpengaruh pada hasil panen. Sa­lah satu petani di Kelurahan Kaliancar, Selogiri, Ny Indrio mengungkapkan dari to­tal lahan seluas 1,5 hektare yang ditanaminya, hasil panennya turun dari biasa­nya 40 sak (1 sak memuat 25 kg gabah) menjadi hanya tujuh sak.

“Seumur-umur jadi petani baru kali ada serangan emprit sehebat ini. Kalau tidak ditunggui, sudah habis tanaman saya. Bisa tidak panen. Bahkan saat hujan pun burung-burung itu tetap berdatangan. Banyak petani yang memilih panen meski padi masih hijau,” ungkap Ny Indrio, saat ditemui wartawan di sawahnya, Kamis (30/12).

Koordinator Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Pertanian Selogiri, Marija meng­ungkapkan serangan burung emprit memang baru kali ini terjadi. Faktornya kare­na cuaca dan penanaman yang tidak bersamaan. “Luasan lahan yang diserang burung emprit ada 350-an hektare tersebar di Jendi, Kaliancar, Gemantar, Pule, dan Nambangan. Selain itu, saat ini wereng juga mulai menetas, terutama pada tanaman yang masih muda,” jelas Marija.

Marija mengungkapkan saat ini ada 1.042 hektare lahan yang mulai ditanami dan kemungkinan terancam wereng cokelat yang sedang menetas itu. Luas la­han itu tersebar di sembilan desa/kelurahan yaitu Jaten (329 ha), Nambangan (186 ha), Kaliancar (40 ha), Pule (120 ha), Gemantar (80 ha), Sendangijo (50 ha), Kepatihan (20 ha), Singodutan (35 ha), dan Jendi (180 ha).

Camat Selogiri, Bambang Haryanto mengungkapkan cuaca yang basah karena terlalu banyak hujan membuat hama berkembang sangat cepat. “Selain itu se­mua ini juga tidak lepas dari pola tanam yang keliru. Mestinya lahan diselingi de­ngan tanaman palawija sebelum melanjutkan ke tanaman padi. Tapi sejak se­rangan wereng pertengahan tahun lalu, lahan terus menerus ditanami padi. Pe­nanamannya juga tidak bersamaan,” kata Bambang.

0 komentar: