TENTANG PRABOWO SUBIANTO, si bintang jatuh.

Anggota Komnas HAM Saparinah Sadli berada dalam tim gabungan pencari
fakta atas kerusuhan bulan Mei 1998, yang mengkaitkan peran mantan
Pangkostrad Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto. Saparinah secara terus
terang mengakui bahwa pihak TGPF tanpa sadar telah terpengaruh pada
cerita-cerita seputar peran Prabowo. Dia mengakui tak satupun bukti yang
ditemukan TGPF mengarah kepada Prabowo. Saparinah mengakui bahwa mungkin
saja Prabowo cuma korban.
Ia juga mengungkapkan bahwa tekanan yang serupa dapat dialami pada
penyelidikan mengenai kekacauan Timor Timur tahun lalu yang juga
dikait-kaitkan dengan Prabowo. Sebenarnya, katanya, sebagai anggota TGPF
dia kini terpengaruh untuk berfikir bahwa bagaimanapun Wiranto berada di
belakangnya. Dan apakah mantan Pangab itu sesungguhnya berada di
belakang tragedi kerusuhan Mei 1998 ? Tentu semua perlu bukti.

KAMBING HITAM
Versi yang beredar di Internet (baca : opini publik) : Malam hari
tanggal 21 Mei, 1998, ratusan tentara bersiap-siaga di sekeliling Istana
Merdeka Jakarta dan kediaman BJ Habibie di tengah kota. B.J. Habibie
kurang dari 24 jam sebelumnya telah menjadi presiden Indonesia yang ke
tiga. Komandan pasukan ini adalah si kejam Letnan Jenderal Prabowo
Subianto.
Seminggu sebelumnya, ia menyusun kekuatan terselubung untuk keperluannya
-- orang-orang pasukan khusus, penjahat-penjahat perkotaan, kaum radikal
tertentu -- untuk membunuh, memperkosa, menjarah dan menebarkan
kebencian etnis di tengah Jakarta.
Tujuannya : untuk menggoyahkan saingannya, Panglima ABRI Jenderal
Wiranto, dan memaksa bapak mertuanya, Soeharto, untuk menjadikannya
Panglima ABRI-selangkah lebih dekat, pada saat kerusuhan, bagi Prabowo
sendiri untuk menjadi seorang presiden.
Pengunduran diri Suharto yang terlalu dini sebagai presiden merupakan
halangan bagi ambisi Prabowo. Maka ia melampiaskan kekecewaannya pada
Habibie. Malapetaka bagi Indonesia -- dan sebuah mimpi buruk bagi Asia
Tenggara -- mungkin akan terjadi, bila tidak karena sebuah perintah dari
Wiranto yang mencopot jenderal yang sudah tak terkendalikan dan
berbahaya ini dari posisinya sebagai komandan.
Dengan kemarahan, Prabowo membawa pasukannya ke istana dan mencoba
menerobos dengan bersenjata ke ruangan Habibie. Tetapi ia pada akhirnya
dapat dikalahkan. Percobaan kudetanya ini merupakan puncak dari drama 10
hari yang melingkup jatuhnya Suharto, pemimpin Indonesia selama tiga
dekade. Masalahnya tidak semua dari cerita tersebut benar. Mungkin
bahkan tidak ada kebenarannya sama sekali.
Dan ini versi yang sama sekali berbeda, dan kini mulai diyakini banyak
orang, bahkan Presiden Gus Dur percaya bahwa versi ini lebih mendekati
kebenaran : Sangat dapat dipercaya bahwa Prabowo tidak pernah mengancam
Habibie. Apakah Prabowo merencanakan kerusuhan Mei terhadap etnis Cina
di Indonesia untuk menjatuhkan Wiranto atau Suharto? "Saya percaya dia
tidak berada di balik kerusuhan tersebut. Itu kebohongan besar," kata
seorang petinggi politik di Jakarta.
Dan jawaban Prabowo pribadi kepada saya juga menyatakan begitu. Dia
menjawab dengan tegas, lantang dan tanpa ragu-ragu. "Saya tidak pernah
mengkhianati Pak Harto. Saya tidak pernah mengkhianati Habibie. Saya
tidak pernah mengkhianati negara saya, karena saya adalah seorang
patriot. Dan saya siap diadili untuk itu," tukas Prabowo.
Prabowo, 48 tahun, bukan seorang suci. Selama 24 tahun, ia merupakan
bagian militer Indonesia, yang dengan setianya mengikuti
perintah-perintah presiden. Ia membangun pasukan khususnya yang elit -
Kopassus -untuk melawan pemberontakan dan terorisme internal.
Prabowo juga menikahi putri ke dua Suharto dan menikmati kekayaan,
kekuasaan dan kebebasan dari tanggung jawab hukum yang diberikan oleh
keluarga negara (Keluarga Cendana). Ia mengakui bertanggung jawab atas
penculikan sembilan aktivis yang dilakukan anak buahnya di Kopassus di
awal tahun 1998, beberapa diantaranya mengalami penyiksaan.
Kira-kira selusin lainnya yang diyakini diculik dalam operasi yang sama
masih tetap tidak diketahui keberadaannya. Tetapi apakah Prabowo
merupakan seorang iblis? Bulan Agustus 1998, pengadilan kehormatan
militer mendakwanya bersalah karena salah mengartikan perintah dan
diberikan sanksi-sanksi atau pengadilan militer.
Prabowo kemudian dibebaskan. Dalam laporan bulan Oktober 1998, Tim
Gabungan Pencari Fakta (TGPF) pemerintah atas kerusuhan bulan Mei
meminta penyelidikan terhadap Prabowo atas kerusuhan tersebut.
Media nasional di Indonesia dan asing sejak saat itu menghubungkan
namanya dengan kata-kata seperti "dalang," "kejam dan liar," "fanatik
yang haus kekuasaan."
Sebuah harian Asia bahkan tega menulis: "Menurut kabarnya ia membenci
bangsa Cina." Entah kabarnya siapa ? Tetapi banyak orang di dunia
apalagi lewat tulisan bias yang tersebar via internet percaya kisah ini
dan menelannya mentah-mentah tanpa merasa perlu mencek lagi. Alasannya
hanya karena Prabowo menantu Soeharto, musuh semua orang.
Keyakinan bahwa ia memulai kerusuhan tersebut dan tidak berhasil
mengendalikannya telah tercatat dalam buku-buku sejarah. "Saya monster
dibalik segalanya, begitulah yang ada di benak semua orang. Dan saya
hanya bisa menangis karena tak punya kesempatan membela diri di
Pengadilan yang fair," kata Prabowo, getir.
Walaupun demikian hampir dua tahun sejak pengunduran diri Suharto, tak
ada bukti ditampilkan yang menghubungkannya dengan kerusuhan-kerusuhan
tersebut yang memicu pengunduran diri Suharto. Aneh tetapi nyata.
Prabowo memang cuma sekedar kambing hitam dari mereka yang sesungguhnya
bertanggung jawab atas terjadinya kerusuhan itu.
Gambaran utuh mengenai hari-hari itu tetap tidak jelas dengan
cerita-cerita yang bertentangan dan sumber-sumber yang tidak dijelaskan.
Bulan September 1998, Marzuki Darusman, yang saat itu merupakan ketua
TGPF dan sekarang menjadi Jaksa Agung, mengungkapkan pikirannya pada
para reporter : "Saya rasa bukan hanya Prabowo saja yang terkait dengan
kejadian tersebut. Menurut saya ia memegang rahasia. Dan ia dapat
didorong untuk mengungkapkannya bila terpaksa."
Prabowo telah dihakimi oleh pendapat umum dan didakwa bersalah. Sesuatu
yang sebetulnya sungguh tidak adil. Dan dia tidak pernah mendapat
kesempatan untuk memberikan pendapatnya. Dia sekarang menghabiskan
seluruh waktunya di luar negeri, walaupun suratkabar-suratkabar lokal
mengatakan ia melakukan perjalanan singkat kembali pada bulan Januari,
pertama kalinya dalam 15 bulan. (Istrinya tetap berada di Indonesia,
sementara anak laki-laki mereka belajar di Amerika Serikat)
Kini, banyak pemikir-pemikir Indonesia mengakui bahwa Prabowo barangkali
merupakan sasaran yang mudah tetapi bukan merupakan sasaran penting.
Aristides Katoppo, seorang jurnalis kawakan mengatakan: "Ia dijadikan
kambing hitam bagi banyak kesalahan yang tidak dilakukannya. Dia mungkin
menuntut banyak hal. Tetapi melakukan kudeta? Tidak benar. Itu merupakan
suatu pengingkaran penerangan (disinformasi)."
Prabowo sendiri percaya bahwa tuntutan atas dirinya mempunyai suatu
alasan. Ada sekelompok orang tertentu dengan ambisi politik tertentu
pula yang ingin menjadikan dirinya sebagai kambing hitam, mungkin untuk
menyembunyikan keterlibatan mereka. Dan Prabowo percaya bahwa semua itu
telah dilakukan secara tidak adil.
Apa yang timbul dari cerita Prabowo sendiri, bersama dengan penyelidikan
mandiri yang dilakukan oleh majalah ini, merupakan suatu cerita yang
jauh berbeda, lebih bernuansa dari penilaian yang telah diterima bahwa
kejatuhan Suharto merupakan akibat pertentangan antara kebaikan dan
kejahatan-dan bahwa Prabowo merupakan pihak yang jahat. Kisah ini
merupakan laporan dari dan mengenai jangkauan-jangkauan tertinggi dari
politik Indonesia, pengungkapan sifatnya yang berubah-ubah secara tak
terduga dan kekompleksan para pelakunya. 

Disadur dari tulisan Jose Manuel Tesoro, Wartawan Asia Week yang mewawancarai mantan 
Pangkostrad Prabowo akhir Februari lalu

0 komentar: